Rokok Sehat Tentrem, Sebuah Catatan Pranoto dari Kabul Afganistan



Prolog

Hari hari ini kita membaca perihal tawaran rokok obat Sehat Tentrem (ST).  Banyak pertanyaan kemudian di arahkan pada teman teman yang menawarkan rokok tersebut. Pertanyaan yang muncul berpusar pada beberapa hal pokok seperti:

Benarkah rokok bisa menjadi obat ?

Insya Allah rangkaian tulisan berikut nya akan mengulas pertanyaan di atas.


Hal Pertama

Pertama, ST menawarkan anomali atas paradigma yang sudah sangat lama dipercaya: Rokok tidak baik bagi kesehatan. Maka bisa dipahami bahwa pernyataan rokok tidak berpengaruh bagi kesehatan akan mengejutkan banyak pihak. Penelitian dan berbagai riset medis selalu menyimpulkan hal yang sama: Merokok tidak baik bagi kesehatan. Namun, apakah kesimpulan itu berlaku untuk segala kondisi dan merupakan keniscayaan ?

Kalau saya coba berdiri di posisi filosofi sains, maka kita layak mempertanyakan, karena dalam penjelajahan sains, sangat mungkin ditemukan teknologi baru yang mengubah apa yang sudah ada. Karena eksplorasi ilmu tidak akan pernah menyerah pada satu kondisi sebagai keniscayaan yang tidak mungkin di ubah. Misalnya gula yang bebas kalori. Bisa saja produser ST menemukan suatu metoda atau teknologi yang mampu menghilangkan efek negatif dari kandungan rokok. Bisa saja proses pembuatan ST tidak sama dengan proses pembuatan rokok yang lain.

Masalahnya, alat ukur ilmiah biasanya mengandalkan metoda fisika dan kimia, sementara saya pernah mendengar, bahwa jamu tradisional akan berkurang khasiat nya apabila di bentuk menjadi kapsul. Sebab utama nya, justru rasa pahit luar biasa itu yang akan meng aktif kan kelenjar kelenjar yang tadi nya tidak bereaksi oleh rasa pahit atau manis yang biasa biasa saja. Mencoba menguraikan khasiat jamu dari kandungan kimia saja, belum cukup untuk menangkap seluruh khasiat yang di kandungnya.

Sama seperti kasus akupunktur, yang setelah ratusan tahun ada bukti empiris, namun tidak ada bukti ilmiah. Baru kemudian 30 tahun terakhir, pengakuan muncul dari dunia sains, setelah dunia sains mampu menjelaskan fenomena tersebut. Bukti empiris kadang mendahului dunia ilmiah.Di kehidupan sehari hari, juga ada fenomena kerokan, yang terasa aneh di mata ilmiah, namun dipraktekkan dimana mana karena dirasa manfaat nya.  Orang Barat dengan kacamata ilmiah nya, tentu saja sah sah juga menolak kerokan sebagai penyembuhan.

Kembali ke soal rokok. Saya rasa esensi nya adalah bukan wujud rokok nya, tetapi kandungan yang disebut tidak baik dalam rokok. Dunia medis memusuhi efek ketidak baikan dari rokok. Selama ke tidak baikan tersebut bisa di eliminir, otomatis nilai negatif nya ikut menghilang. Dan sebaliknya, selama ketidak baikan tersebut tidak bisa di hilangkan, maka tidak salah juga orang berpendapat bahwa rokok bisa berakibat negatif. Tapi menutup kemungkinan bahwa efek negatif rokok bisa dihilangkan, adalah sebuah kekeliruan.


Hal Kedua

ST menawarkan medium yang berbeda dalam dunia pengobatan, yaitu medium rokok. Medium dalam pengobatan ilmiah biasanya berbentuk serum suntik, pil, tablet hisap, gas atau terapi lain. Medium dalam pengobatan tradisional biasanya berupa racikan herbal, cairan jamu, cairan oles dll.

Akibat bentuk medium yang tidak biasa ini, maka timbul anggapan, yang di jual adalah rokok, bukan obat. Karena yang dijual dianggap sebagai rokok, maka otomatis timbul anggapan segala hal aturan yang menyangkut rokok layak di sematkan pada ST.

Tentu saja hal ini sulit diterima, karena dalam hal ST, bentuk rokok hanya sebagai medium, karena fungsi utamanya adalah obat. Otomatis klasifikasi sebagai bagian dari rokok biasa tertolak, karena fungsi yang berbeda dengan rokok biasa. Bisa di bilang ST hanya meminjam bentuk rokok untuk mengedarkan khasiat nya ke ketubuh pemakai, sebagaimana beberapa obat meminjam bentuk permen.

Dalam ranah tradisional, mungkin kita sudah terbiasa dengan berbagai bentuk jasa pengobatan yang kurang lazim dan tentunya tidak terdaftar di lembaga resmi, misal bekam, pijat patah tulang, kerokan dll. Kalau secara barang, bisa merujuk pada minyak oles, minyak tawon, jamu tradisional dll, dimana penggunaan nya diserahkan pada kepercayaan dan kenyamanan si pemakai, bukan pada hasil laboratorium.

Maka, dalam konteks pengobatan alternatif seperti diatas, legitimasi dari ST akan berpulang pada keyakinan masing masing pemakai.


Hal Ketiga

Rokok ST di pasarkan dengan tujuan mulia, yaitu menunjang pendanaan RLHS (Rumah Layak Huni Shiddiqiyyah), dalam rangka mensyukuri hari sumpah pemuda (lihat di https://www.facebook.com/sumpahpemuda281028 , red). Anda merokok Marlboro, makin kaya saja orang Amerika, kesehatan anda menurun, dompet kempis dan rumah sakit menanti anda :). Sebaliknya dengan rokok ST: menyehatkan badan, dan sekaligus berkontribusi pada pembangunan RLHS.

Kalau boleh pinjam judul film laga nya Jean Claude Van Damme: Double Impact. Satu upaya nyata untuk mencoba memberi alternatif bagi mereka yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan merokok, tetapi ingin tetap sehat.


Epilog

Dalam menghadapi hal baru, tentu saja wajar kalau sebagian orang merasa takut untuk mencoba.  Apalagi tawaran untuk membongkar kepercayaan lama kita: Rokok pasti buruk bagi kesehatan. Namun bagi sebagian orang, mereka akan bergairah untuk mencoba. Untuk menjadi pelaku dan bagian sejarah. Dan orang orang ini terserak dimana mana, yang bersikap terbuka pada perubahan.

Buat saya, ST bukan sekedar menawarkan produk, namun menawarkan pemahaman baru mengenai apa itu obat. Bagi mereka yang merasa ragu untuk mencoba hal baru, silakan ditimbang dari sisi manajemen resiko: Seberapa besar resiko nya dan seberapa besar kemungkinan manfaatnya. Kerugian materi tidak lebih dari seharga satu sloof rokok ST, sedang kemungkinan manfaat nya jauh lebih besar. Apalagi kalau anda memang perokok, karena toh anda juga akan tetap beli rokok yang jelas akan merusak kesehatan anda

salam
Pranoto, Kabul

Comments